Article

Wilayah Perbatasan Indonesia yang Kaya Pemanfataan Sumber Daya

Pelajar SD di kawasan perbatasan Papua. (source: www.korindo.co.id)

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 km, dengan 18.110 pulau di mana luas wilayah teritorialnya 3,1 juta km2 serta wilayah perairannya 5,8 juta km2. Geografi yang luas ini membuat Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim).

Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste sepanjang 3092,8 km. Sementara wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Perbatasan Laut ini mencakup 92 pulau kecil terdepan, mulai dari Pulau Miangas di utara hingga Pulau Dana di selatan.

Berdasarkan data Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, diketahui bahwa terdapat 26 kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Di wilayah Provinsi Papua, wilayah yang berbatasan dengan Papua Nugini adalah Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Marauke.

Layaknya rumah, wilayah perbatasan dan terluar Indonesia ini menjadi teras atau beranda yang berhadapan langsung dengan negara tetangga ASEAN. Sebagai teras Indonesia, wajah perbatasan Indonesia tentunya harus mencerminkan kondisi yang nyaman, asri dan sejahtera.

Namun, paradigma masa lalu yang memandang kawasan perbatasan sebagai halaman belakang dan daerah terluar ini mengakibatkan pemerintah masih kurang memberi perhatian penuh. Sehingga, wilayah perbatasan ini  masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara tetangga lainnya di berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi dan infrastruktur.

Setidaknya ada beberapa masalah umum yang muncul di kawasan perbatasan darat ini, pertama, masalah kondisi geofrafis dan topografis wilayah, maraknya kegiatan ekonomi ilegal seperti penyelundupan orang dan sumber daya alam, adanya kesenjangan sosial antara penduduk serta rendahnya tingkat perekonomian dan pendidikan masyarakat perbatasan.

Kondisi pasar masyarakat perbatasan di Papua. (www.korindo.co.id)

Tak hanya itu, penyebab lain wilayah perbatasan masih dalam kategori tertinggal jauh dari negara-negara ASEAN lainnya adalah lemahnya daya saing perekonomian masyarakat perbatasan Indonesia.

Pusat Studi ASEAN Universitas Mulawarman sejak tahun 2014 melakukan pengkajian terhadap wilayah perbatasan yang menunjukkan bahwa daya tawar masyarakat perbatasan Indonesia khususnya yang berada disepanjang perbatasan Kalimantan, Kalimantan Utara, Timur maupun Barat bukanlah pihak yang sangat diuntungkan dalam proses perdagangan pasar tunggal ASEAN. Produk-produk lokal masyarakat perbatasan Indonesia tidak mampu bersaing dengan produk dari negara tetangga karena tidak kompetitif, rendah teknologi maupun daya tahan yang sangat lemah.

Demikian pula dengan sumber daya manusia yang kalah bersaing dengan masyarakat Malaysia sehingga masyarakat Indonesia lebih mendominasi posisi buruh daripada menjadi pemilik usaha. Akibatnya, pasar Indonesia dapat menjadi pasar yang baru bagi negara Asean lainnya untuk menjual produk-produknya.

Seharusnya, kawasan perbatasan Indonesia dibangun menjadi tempat bagi masyarakat Indonesia yang diperbatasan untuk dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonominya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di kawasan negara tetangga.

Namun sayangnya, karena keterbatasan teknologi, infrastruktur, serta rendahnya tingkat pendidikan, sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di wilayah perbatasan. Akhirnya, pasar perbatasan justru menjadi perluasan bagi pasar negara-negara Asean khususnya Malaysia untuk menjual produk-produk industrinya. Sementara produk pertanian lokal dari Indonesia dijual murah karena kualitas dan kemasannya yang kurang.

Searah dengan nawacita presiden Joko Widodo yakni Membangun Perbatasan Jadi Terasnya Indonesia dalam menghadapi perkembangan dunia luar, maka salah satu program pemerintah adalah dengan mengajak pelaku usaha berinvestasi di daerah perbatasan. Dengan investasi, perekonomian masyarakat serta pembangunan daerah tersebut bisa meningkat.

KORINDO Grup menjadi salah satu contoh sukses dalam membangun investasi kondusif di daerah perbatasan, yakni di Boven Digoel dan Marauke, Papua.

Secara fisik, kondisi wilayah perbatasan bergunung-gunung dan sulit ditembus dengan sarana transpotasi darat seperti kendaraan roda empat. Kondisi masyarakat di sepanjang wilayah perbatasan Papua sebagian besar masih miskin dengan tingkat kesejahteraan rendah, tertinggal, dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah.

Namun, di sisi lain wilayah perbatasan Papua ini memiliki sumber daya alam yang sangat potensial seperti hutan lindung, hutan konversi serta taman nasional. Selain itu, wilayah tersebut juga memiliki sumber daya air yang cukup besar yang berasal dari sungai-sungai dan memiliki kandungan mineral serta logam, seperti tembaga dan emas.

Dalam konteks kawasan perbatasan, Kabupaten Marauke termasuk wilayah yang cukup strategis karena berbatasan langsung dengan dua negara, yaitu berbatasan laut dengan Australia dan berbatasan darat dan laut dengan Papua Nugini.

Perbatasan Marauke mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar, meliputi hasil hutan, tanaman pangan, perkebunan kelapa sawit, peternakan, perikanan, kehutanan, wisata alam, wisata budaya, dan wisata sejarah.

Korindo Grup yang merupakan perusahaan terdepan di berbagai industri pasar Asia Tenggara menyadari pentingnya perubahan yang signifikan terhadap kondisi kawasan perbatasan Indonesia, khususnya di Boven Digoel dan Marauke.

Selama bertahun-tahun, Korindo memberikan kontribusinya dengan membangun bisnis yang berorientasi pada perkembangan ekonomi masyarakat, meningkatkan pendidikan serta menjunjung tinggi praktik-praktik ramah lingkungan.

Misalnya, Korindo telah mengembangkan konsep industri yang ramah lingkungan melalui pembangunan bidang kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Meski masih minim infrastruktur, Korindo sukses membangun usaha dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.

Pada tahun 2016, perusahaan juga telah melakukan upaya terpadu untuk mendukung perkebunan padi uji coba di daerah sekitar Merauke sehingga memberikan konstribusi yang lebih di bidang swasembada pangan.

Tak hanya itu, masalah transportasi, telekomunikasi, listrik, telepon maupun jaminan kesehatan merupakan masalah krusial yang dihadapi oleh masyarakat di perbatasan. Untuk itu, Korindo Grup secara aktif membantu mengembangkan infrastruktur seperti memperbaiki jembatan dan jalanan, serta mendirikan fasilitas umum lain seperti; fasilitas air bersih, listrik, sekolah, klinik, gereja dan masjid, pasar, pertokoan, lapangan olahraga, aula desa, rumah kepala suku, dll.

Layanan Kesehatan untuk masyarakat Papua. (source: www.korindo.co.id)

Konstribusi lain pembangunan ekonomi berupa PAD, khusus untuk kabupaten Merauke dan Boven Digoel berkontribusi mencapai ±60%. KORINDO juga mendukung dengan mendirikan fasilitas pendidikan dan medis. Fasilitas medis tersebut diantaranya pembangunan Klinik Asiki, klinik modern yang berada di daerah pedalaman.

Selain layanan utama yang disediakan langsung di klinik, Klinik Asiki juga melaksanakan program baru berupa “Mobile Service” ke kampung-kampung terpencil dan perbatasan di wilayah sekitar perusahaan yang berada di Kabupaten Boven Digoel, Papua. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan akses dan pemanfaatan layanan kesehatan serta meningkatkan aksebilitas pelayanan medis untuk daerah. Sedangkan sasarannya ditujukan untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dan bayi atau balita di Kabupaten Boven Digoel.

Pengembangan wilayah perbatasan, tentunya harus dilakukan secara berkelanjutan. Kawasan perbatasan di Boven Digoel dan Marauke, Papua dapat menjadi contoh untuk menumbuhkan generasi masyarakat perbatasan agar memiliki daya pikir yang kreatif dan mandiri.

Dengan bekal ilmu pendidikan dan layanan kesehatan serta infrastruktur masyarakat perbatasan, akan turut membantu pertumbuhan perekonomian dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di kawasan negara tetangga dan mengamankan wilayah perbatasan dari gangguan kepentingan asing demi Perubahan Untuk Indonesia yang Lebih Baik.

Reference:

https://www.korindo.co.id/ (diakses 23 April 2019)

http://korindonews.com/ (diakses 23 April 2019)

https://merauke.go.id/ (diakses 23 April 2019)

Marwasta, Djaka. 2016. Pendampingan Pengelolaan Wilayah Perbatasan di Indonesia: Lesson Learned dari KKN-PPM UGM di Kawasan Perbatasan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM (diakses 23 April 2019)

Saragih, Bernaulus. 2017. Tantangan Masyarakat Perbatasan Indonesia dalam Integrasi ASEAN. Kalimantan: Pusat Studi Asean Universitas Mulawarman (diakses 23 April 2019)

dilabahar

I’m Dila Bahar. Working as a journalist, editor and freelance writer. Magister Communication Science at UGM.

Yuk, baca ini juga!

2 Komentar

  1. Wah bagus kak artikelnya, saya juga setuju kalau daerah 3T harus dibangun.
    Btw kak aku juga ikutan kompetisinya, kunjungan dan komentar balik ya.
    Makasih

    1. Terima kasih 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *