Mengulik Penyebab Utama Krisis Udara Bersih di Kota Besar (Makassar)

krisis udara bersih
Krisis Udara Bersih

Makassar, sebagai salah satu kota besar, menjadi gambaran pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi di Indonesia. Meski terlihat maju dan modern, ternyata masih ada yang perlu ditangani lebih serius, yaitu kualitas udara. Siapa bilang krisis udara bersih hanya terjadi di Jakarta saja? Kota Makassar, yang tadinya menarik sebagai tempat tinggal dan bekerja, bisa berpotensi mengalami masalah polusi udara yang semakin meningkat.

Setiap pagi, ritual harian saya mulai dengan menyusuri jalanan yang sesak oleh lautan kendaraan untuk berangkat bekerja. Macet sudah menjadi teman akrab. Asap dan aroma bahan bakar yang terbakar menjadi pendamping setia di setiap perjalanan. 

Jujur saja, saya sendiri juga masih menggunakan kendaraan pribadi untuk berangkat bekerja. Penggunaan transportasi publik di Kota Makassar belum efektif. Masih banyak yang perlu dibenahi. Misalnya, tata kelola transportasi (angkot dan bus) yang belum terintegrasi satu sama lain. Selain itu, rute bus antar kota masih sangat terbatas.

Mungkin, pengendara lain juga merasakan keluhan yang sama seperti yang saya alami setiap hari. Namun, pada akhirnya, kita semua terjebak dalam situasi ini tanpa banyak pilihan.

Bagaimana Transportasi Bisa Mempengaruhi Kualitas Udara di Makassar?

ilustrasi/Canva

Berdasarkan data BPS, penambahan jumlah kendaraan bermotor di Makassar bisa mencapai 10-13 persen per tahun. Banyaknya kendaraan di Kota Makassar, termasuk roda 2 dan roda 4, terus meningkat, dengan pertumbuhan sekitar 13-14% untuk sepeda motor dan 8-10% untuk mobil setiap tahunnya. 

Pada tahun 2021, jumlah total kendaraan mencapai 2,9 juta, terdiri dari 1,6 juta sepeda motor dan 1,3 juta mobil. Angka ini melebihi jumlah penduduk Kota Makassar yang mencapai sekitar 1,7 juta jiwa. 

Fenomena ini sangatlah wajar mengingat peran Kota Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan dan gerbang Kawasan Timur Indonesia (KTI). Tidak heran jika Makassar kerap menempati urutan pertama dengan polusi udara tertinggi di Sulawesi Selatan. 

Pada September 2023 lalu, indeks kualitas udara di Makassar tergolong tingkat pencemaran udara sedang yang berada pada kisaran 56 dari skala 0-100. Ini akibat dari kemarau panjang fenomena El Nino yang turut memperparah kualitas udara di Makassar. Meskipun belum dalam kondisi memburuk, tentu saja ini sangat perlu untuk diwaspadai. 

BACA JUGA: Mengulik Energi Terbarukan yang Sedang Ramai Diperbincangkan

Kontribusi Sektor Transportasi Terhadap Kualitas Udara

Ilustrasi/Canva

Info terbaru dari World Statistics menunjukkan bahwa Indonesia muncul sebagai salah satu aktor utama dalam sumbangan emisi karbon dioksida (CO₂) di seluruh dunia. Meskipun porsinya tidak sebesar negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat, dan India, Indonesia berada di peringkat kesembilan dalam kontribusi CO₂ global, menyumbang sekitar 1,7% dari total emisi karbon dioksida di dunia.

Tentu kita sepakat bahwa sektor transportasi memiliki kontribusi besar dalam memperburuk kualitas udara. Di Jakarta, sebanyak 44% sumbangan sektor Transportasi terhadap polusi udara. Bahkan, dalam sebuah studi menyebutkan, sektor transportasi menjadi penyumbang utama dengan 75% dari total emisi di Jakarta. 

Mengapa sektor transportasi menyumbang begitu banyak emisi? 

1. Mobilitas Kendaraan yang Tinggi

Jawabannya terletak pada ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, seperti bensin dan solar, yang menghasilkan gas rumah kaca dan polutan udara. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang pesat, terutama di perkotaan dengan tingkat urbanisasi yang tinggi dapat meningkatkan tekanan pada sektor transportasi. 

Mobilitas tinggi dan kurangnya infrastruktur yang mendukung transportasi umum yang efisien juga membuat kita lebih bergantung pada kendaraan pribadi. Inilah yang mengakibatkan volume kendaraan yang tinggi di jalan raya setiap hari, sehingga meningkatkan emisi secara signifikan. 

Kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi dan transportasi umum, merupakan sumber utama emisi karbon dioksida (CO2), oksida nitrogen (NOx), dan partikulat halus. Penggunaan bahan bakar fosil ini menyebabkan pembakaran yang tidak sempurna dan menghasilkan gas buang yang mencemari udara.

2. Kualitas BBM Belum Memenuhi Standar Rendah Emisi

Sekarang, mari kita bahas tentang Bahan Bakar Minyak (BBM). Kualitas BBM yang kita gunakan, ternyata bisa turut mempengaruhi kualitas udara, lho. Menurut Ketua Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbal (KPBB) Ahmad Safruddin dalam dialog publik YLKI yang digelar KBR, meski bahan bakar bertimbal sudah tidak ada lagi, namun tantangan baru muncul dari BBM dengan kandungan mineral, bensin, dan aromatik yang tinggi. 

Sekadar informasi, saat ini kita punya delapan varian BBM yang terdiri dari 4 jenis bensin dan 4 jenis solar. Dari bensin, kita mempunyai varian Premium (Oktan 88), Pertalite (Oktan 90), Pertamax (Oktan 92), dan Pertamax Turbo (Oktan 98). Semakin tinggi kandungan Oktan pada bensin, semakin bagus dan ramah lingkungan. 

Dengan demikian, hanya Pertamax Turbo yang memenuhi standar euro 4 seperti yang ditetapkan World Wide Fuel Charter (WWFC). Sedangkan tiga varian lainnya, relatif tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam teknologi kendaraan bermotor dengan standar euro 4. Bahan bakar dengan Euro 4 adalah bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 50 parts per million (ppm).

Hal yang sama berlaku untuk solar, di mana ada empat jenis solar, yaitu Biosolar, Dexlite, Pertamina Dex, dan Pertadex High Quality. Dari keempat solar tersebut, hanya Pertadex High Quality yang memenuhi syarat. 

Saat ini, sudah ada Pertamax Green 95, produk terbaru dari PT Pertamina. Pertamax Green 95 adalah jenis bahan bakar yang dihasilkan dari campuran Pertamax dan Bioetanol sebanyak 5 persen (E5). Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh dari tumbuhan, khususnya tebu. Pertamax Green memiliki nilai oktan RON 95 dan emisi gas buang rendah. Hanya saja, produk ini persediaannya masih sangat terbatas. Hanya ada 5 SPBU di Jakarta dan 10 SPBU di Surabaya, Jawa Timur.

Mengapa Kualitas BBM di Indonesia Belum Memenuhi Standar?

Diskusi Publik YLKI/23 November 2023

Kualitas buruk BBM di Indonesia dapat disimpulkan dari beberapa faktor. Pertama, penurunan harga BBM yang tidak diiringi dengan transparansi dan keterbukaan dari Pemerintah. Ahmad Safrudin, Direktur KPBB, menekankan pentingnya Pemerintah untuk menjelaskan secara rinci dan terbuka mengenai proses penetapan harga BBM, termasuk komponen biaya seperti bea cukai dan pajak karbon.

Kedua, harga BBM yang tinggi namun kualitasnya buruk. Meskipun harga BBM di Indonesia lebih tinggi dari MOPS (Mild Oil Platts Singapore), standar kualitasnya belum memadai. Kualitas buruk terlihat dari tingginya kadar sulfur dalam Premium, yang dapat menyebabkan polusi tinggi dan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.

Sayangnya, beberapa jenis BBM yang kita gunakan belum memenuhi standar WWFC. Berdasarkan standar WWFC, kandungan BBM tidak melebihi satu persen. Tetapi pada kenyataannya, kandungan bensin kita melebihi lima persen. Begitu juga dengan kandungan sulfur.

“Seharusnya jika kita mengadopsi standar Euro 4 sesuai dengan ketentuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), maka kandungan sulfur kita seharusnya tidak melebihi 50 ppm. Namun, pada kenyataannya, baik Pertamina maupun beberapa produsen BBM lainnya masih memproduksi BBM dengan kandungan sulfur yang jauh lebih tinggi, yakni melebihi 1800 ppm. Angka ini sangat tinggi dan menjadi salah satu penyebab utama buruknya kualitas udara di negara kita.”

Direktur KPBB, Ahmad Safruddin

Ketiga, dugaan kesengajaan dari Pemerintah terkait harga tinggi dan kualitas buruk. Ahmad Safrudin menyatakan dugaannya bahwa situasi ini mungkin sengaja diatur oleh Pemerintah karena telah terjadi dalam waktu yang lama tanpa perbaikan signifikan. Kurangnya kemauan dan regulasi yang tidak memadai juga disoroti sebagai faktor penyebab masalah ini berlanjut.

Dengan demikian, meskipun kendaraan kita telah melewati uji emisi, penggunaan bahan bakar yang masih tergolong kotor akan membuatnya sulit untuk lulus uji emisi. Hal ini menjadi dilema karena walaupun upaya telah dilakukan untuk memastikan kendaraan memenuhi standar emisi yang ditetapkan, ketersediaan dan kualitas bahan bakar yang sesuai dengan standar tersebut masih menjadi hambatan.

Dalam menghadapi masalah ini, diperlukan langkah-langkah perbaikan dalam regulasi, transparansi penetapan harga, dan peningkatan kemampuan produksi kilang minyak untuk memastikan bahwa BBM yang beredar di pasar memenuhi standar emisi dan kualitas yang ditetapkan.

3. Harga BBM Mahal

Standar Euro 4 memiliki harga yang cukup tinggi, terutama untuk jenis bahan bakar seperti Pertamax Turbo. Seperti yang kita tahu, harga Pertamax Turbo di Indonesia yaitu Rp15.500 per liter. 

Kenaikan harga BBM ini sebagian besar diatur oleh para pelaku perdagangan minyak (oil trader). Kata Ahmad Safruddin, Indonesia kini tampaknya menjadi tujuan utama untuk pembuangan BBM kotor dari pasar regional bahan bakar yang sudah tidak lagi digunakan di negara-negara lain. 

Menurutnya, dalam upaya memasukkan BBM ‘kotor’ ini ke Indonesia, harga BBM berkualitas tinggi sengaja dibuat tidak masuk akal, terutama ketika menyangkut harga yang sangat tinggi seperti Pertamax Turbo. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Malaysia yang hanya sekitar US$ 0,434 atau setara Rp6.820 per liter. Hampir setengah dari harga yang berlaku di Indonesia.

BACA JUGA: Sistem Pangan Berkelanjutan: Menjaga Bumi Lewat Makanan yang Kita Konsumsi

Pilihan BBM di Mata Konsumen: Harga Murah vs Kualitas Kendaraan

Setiap kali saya mengisi bensin di SPBU, antrian yang cukup panjang jelas terlihat di pompa pengisian Pertalite. Sementara di pompa pengisian Pertamax hanya tiga atau empat kendaraan saja, bahkan tidak ada kendaraan sama sekali yang mengantri. Ya, tentu ini karena masyarakat cenderung melihat harga yang murah dibandingkan kualitas kendaraan. 

Ketika menggunakan bahan bakar, hasil survei YLKI menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap harga masih sangat kuat di kalangan masyarakat. Bahkan sebagai pemilik kendaraan pribadi, kebanyakan orang cenderung memilih BBM yang lebih terjangkau, tanpa memperhatikan sejauh mana kesesuaian dengan spesifikasi kendaraannya. 

Idealnya, jika kendaraan yang kita miliki sudah berstandar Euro 4, berarti BBM yang sebaiknya kita beli adalah yang juga berstandar Euro 4 atau Pertamax Turbo. Bukan lagi membeli Pertalite. 

Ketua YLKI, Tulus Abadi mengatakan, masyarakat masih percaya bahwa memilih BBM murah berarti menghemat uang. Meskipun tampaknya menguntungkan secara finansial, keputusan ini belum memperhitungkan dampak jangka panjangnya.

Pertalite, sebagai contoh BBM subsidi yang lebih terjangkau, menjadi pilihan utama bagi sebagian besar konsumen. Namun, kurangnya pemahaman tentang kandungan oktan yang rendah dalam Pertalite dapat merugikan, terutama karena kendaraan modern sudah mengadopsi standar Euro 4. 

Misalnya, satu liter Pertalite memiliki kualitas jarak tempuh yang lebih rendah dibandingkan dengan Pertamax. Inilah yang sering kali tidak diperhitungkan oleh konsumen. Oleh karena itu, edukasi tentang jenis bahan bakar yang sesuai dengan standar kendaraan saat ini menjadi sangat penting.

Ketua YLKI, Tulus Abadi

Cara Mengurangi Emisi di Sektor Transportasi

Ilustrasi/Canva

Melakukan upaya untuk mengurangi emisi di sektor transportasi merupakan langkah krusial dalam memitigasi dampak negatif terhadap kualitas udara dan lingkungan secara keseluruhan. Lantas, bagaimana cara mengurangi emisi di sektor Transportasi?

1. Mereformulasi Kebijakan Harga BBM

YLKI telah mendorong agar pemerintah dapat merancang kembali kebijakan harga (pricing policy) BBM yang lebih terjangkau. Meskipun Pertamina telah meluncurkan Pertamax Green yang ramah lingkungan, perhatian terhadap harga yang bersaing tetap menjadi fokus. 

Oleh karena itu, ada harapan agar subsidi dialihkan ke Pertamax, bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik, untuk mendorong konsumen beralih ke opsi yang lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan standar euro 4 yang telah diadopsi.

2. Edukasi Pentingnya Bahan Bakar Berkualitas

Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang manfaat menggunakan bahan bakar berkualitas. Melalui kampanye edukasi ini, kita dapat menginformasikan keuntungan dari bahan bakar yang lebih baik. Misalnya, perbedaan Pertalite dan Pertamax yang tidak hanya dilihat dari segi harga, tetapi dari segi manfaat baik untuk kendaraan maupun lingkungan. 

3. Promosi Transportasi Publik

Perlu adanya peningkatan transportasi publik terutama di Kota Makassar, seperti memperbarui armada kendaraannya dengan yang ramah lingkungan. Selain itu, pemerintah bisa membuat layanan lebih sering dan menambah rute agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat. 

Dengan menggunakan teknologi informasi, kita bisa memberikan informasi langsung kepada pengguna tentang jadwal dan rute, membuat pengalaman mereka menjadi lebih nyaman. Ini semua bertujuan agar lebih banyak orang memilih transportasi publik sebagai opsi yang nyaman dan ramah lingkungan.

Strategi Negara-negara Maju dalam Mengatasi Polusi Udara dan Kemacetan

Ilustrasi/Canva

Negara-negara di Eropa, seperti Amerika Serikat, dan Jepang menerapkan kebijakan yang fokus pada pengembangan teknologi BBM rendah sulfur dan standar emisi. Misalnya, di Jepang, untuk mengurangi pencemaran dari kendaraan diesel, mereka menggunakan filter pada sekitar 20.308 kendaraan, yang diperkirakan dapat mengurangi sekitar 430 ton partikulat (PM10) per tahun. 

Singapura berhasil mengurangi tingkat kemacetan hingga 75% dengan menerapkan Electronic Road Pricing yang memungkinkan pengguna membayar untuk memasuki wilayah tertentu di pusat kota. 

Di Nigeria, mereka mengusulkan penggunaan kombinasi kebijakan Command and Control (CAC) dan instrumen ekonomi untuk mengurangi emisi kendaraan.

Sementara itu, Inggris mengambil pendekatan yang beragam dengan menggabungkan kebijakan penurunan emisi kendaraan, peningkatan teknologi, dan pengurangan penggunaan kendaraan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. 

Studi menunjukkan bahwa biaya tambahan atau biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat akibat kemacetan lalu lintas jauh lebih besar daripada dampak polusi udara dari kendaraan bermotor. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan untuk mengurangi penggunaan kendaraan dapat menjadi solusi yang efektif.

Nah, setelah kita telisik lebih dalam soal masalah krisis udara bersih di Kota Besar dalam hal ini Makassar, ternyata ada beberapa penyebab utama yang membuat polusi cenderung meningkat. Mulai dari lonjakan kendaraan, kebijakan harga bahan bakar, hingga pada kualitas bahan bakar yang buruk. Tidak cuma berdampak buruk buat kesehatan kita, tapi juga merusak lingkungan sekitar, loh.

Mungkin, dampaknya belum terlalu besar saat ini. Tapi, lima hingga sepuluh tahun mendatang, jika tidak ditangani segera, maka krisis udara bersih di Makassar akan semakin jauh lebih buruk. Tentu saja, penerapan langkah-langkah di atas perlu melibatkan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar menciptakan perubahan positif dalam mengurangi emisi di sektor transportasi.

Referensi:

19 thoughts on “Mengulik Penyebab Utama Krisis Udara Bersih di Kota Besar (Makassar)

  1. Baca tulisan “Mengulik Penyebab Utama Krisis Udara Bersih di Kota Besar Makassar” bikin kepikiran banget tentang kondisi udara di sekitar kita, ya? Seru banget cara kamu ngupas penyebab krisis udara bersih ini secara mendalam.

    Pertanyaan nih, menurut kamu, apa sih solusi atau langkah yang bisa diambil oleh kita sebagai individu untuk ikut membantu mengatasi masalah ini? Atau mungkin kamu punya pengalaman pribadi terkait krisis udara ini?

    Makasih udah sharing informasi penting ini. Semoga kita semua bisa lebih peduli dengan lingkungan sekitar.

    Teruskan tulisannya sist’,

  2. Untuk menjaga kesehatan dan keberlangsungan hidup kita, semoga pemerintah segera bisa menyediakan BBM ramah lingkungan dengan harga terjangkau oleh masyarakat luas ya.. mengingat kita memang sangat butuh kendaraan/alat transportasi namun juga tak boleh abai dg pelestarian lingkungan

  3. Kadang overthinking sama kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Sementara sebagai warga sipil dengan ekonomi menengah ke bawah tidak banyak yang bisa kita lakukan. Saya sendiri dari dulu juga pakai pertalite karena memang paling murah. Untuk transportasi publik di Kota saya bahkan tidak ada lagi. Hanya ada ojol. Semoga segera ada solusi yang masif untuk permasalahan ini.

  4. Data terbaru dari World Statistics menyoroti peran Indonesia sebagai salah satu kontributor utama dalam emisi karbon dioksida (CO₂) secara global. Meskipun proporsinya tidak sebesar negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat, dan India, peringkat kesembilan Indonesia dalam kontribusi CO₂ global mencapai sekitar 1,7% dari total emisi karbon dioksida di dunia.

    Tidak dapat diabaikan bahwa sektor transportasi menjadi faktor dominan dalam memperburuk kualitas udara, khususnya di Jakarta. Dengan melihat fakta ini, tampaknya menjadi semakin penting bagi Indonesia untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam mengurangi emisi karbon di sektor transportasi. Upaya-upaya peningkatan efisiensi kendaraan, investasi dalam transportasi berkelanjutan, dan kampanye kesadaran masyarakat dapat menjadi langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini. Selain itu, kerjasama internasional dalam bidang pengurangan emisi karbon juga dapat menjadi solusi untuk mencapai target global dalam menghadapi perubahan iklim.

  5. Terkadang benar, kita sadar untuk memperbaiki kemacetan dan polusi dengan cara mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, tapi apalah daya sistem yang ada di negara ini belum mendukung untuk perbaikan kondisi ini. Apalagi harga BBM dan kualitas BBM serta transportasi umum yang sama sekali belum bisa mendukung kita menyelesaikan masalah ini.

  6. Salah seorang teman dekat asal Jepang pernah bilang ke aku, bahwa pemerintah Jepang sejak lama sudah menaikkan biaya pajak kendaraan pribadi dan juga memperketat pembuatan SIM kendaraan pribadi. Selain itu dari pajak yang tinggi di sektor transportasi itu, mereka gunakan untuk memperbaiki sarana transportasi umumnya sehingga warga yang tidak memiliki kendaraan bisa nyaman menggunakan transportasi umum.

  7. kok jadi ngeri sendiri dengan kenyataan Indonesia di no 9 penyumbang CO2 yah … kendaraaan pribadi di kita memang perlu dirapihkan sepertinya, biar jumlahnya ga bertambah terus

  8. Makassar termasuk kota besar. Sayang sebenarnya kalau masih banyak kendaraan pribadi. Jadi berpengaruh juga kan sama polusi. Semoga banyak daerah dan kota mulai bebenah ya. Kudu dimulai emang termasuk soal bangun transportasi umum yang lebih baik

  9. Masalahnya adalah kebijakan BBM di Indonesia kerap dipolitisir. Mencabut subsidi didemo. Gak mencabut subsidi menambah beban utang negara. Mengalihkan subsidi ke yang lain pun dipolitisir. Salah satu contohnya program penarikan minyak tanah dan mengalihkan ke elpiji 3 kg. Kebijakan energi bersih pun terhambat.

  10. Jadi ingat pengalaman saat di sebuah stasiun di jakarta aku pikir mendung eh stelah sadar bukan mendung tapi karena langit dipenuhi polusi langsung speechless aku tuh auto kencangkan masker sgitu buruknya kualitas udara jadi bikin takut

  11. Kalau urusan sudah nyangkut BBM, itu pemerintah yg berperan banyak di sana. Masyarakat ga bisa gimana, kan ga ada kontribusi nya juga selain sebagai konsumen. Itu pun gak banyak diberi pilihan.
    Semoga saja BBM yg disediakan memenuhi kualitas sehingga tak menimbulkan pencemaran

  12. Transportasi dengan bahan bakar yang ramah lingkungan ini memang diperlukan biar polusi gak makin merebak. Bahkan kalo misalnya pembatasan kendaraan pribadi lebih tegas lagi, sepertinya akan berdampak juga sih ya

  13. Masalah polusi kayaknya jadi masalah rentan di tiap kota ya ka. Dan makin kompleks, mau dirubah lebih baik pakai bbm tinggi oktan, terkendala biaya, nggak semua kelas ekonomi menjangkau. Pakai transportasi umum jangkaunnya nggak meluas, hanya sebatas jalan jalan utama saja, kendaraan pribadi makin banyak eh jalannya yang dilebarkan hadehh

  14. Emang polusi masih menjadi salah satu masalah serius di Indonesia ya, ada di beberapa kota yang punya tingkat polusi tinggi. Harus segera ditanggulangi

  15. Aku rasa terkait pengisian BBM bukan hanya dari pemilihan berdasarkan harga, meski itu juga bisa jadi faktor terbesar. Tapi melihat mobil zaman sekarang, biasanya orang sudah mengelompokkan berdasarkan tipe dan tahun keluaran mobil tersebut.

    Sehingga kalau di kota-kota besar sudah ada klasifikasi antrian BBM berdasarkan tahun keluaran kendaraan dan tipe mobil.

    Apakah solusi kendaraan listrik ini akan berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar fossil di Indonesia?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *