Untuk mengobati kerinduanku akan suasana kota Jakarta, di sini saya ingin bercerita tentang pengalamanku selama dua bulan akhir tahun 2016 kemarin.
Banyak yang setuju kalau Jakarta adalah kota impian. Penduduk kota metropolitan ini mayoritas para pendatang yang ingin sukses meraih karir atau pendidikan. Seakan-akan di kota ini tertimbun emas dan perak, yang orang-orang akan bersusah payah menggali untuk bisa mendapatkannya.
Tidak mudah menjalani hidup di Jakarta. Kota yang tak pernah mati. Panas. Macet. Berisik. Orang-orang acuh tak acuh. Sibuk sepanjang hari.
Waktu itu hari senin, 7 November 2016. Saya memunggungi ransel, menenteng tas dan menarik koper ketika tiba di Bandara Soekarno Hatta, lalu menyimpannya di atas troli bersama barang bawaan kawanku, Zella. Ini kali kedua saya keluar kota. Tahun 2015 kemarin saya terbang ke Bali untuk mengikuti pelatihan jurnalistik sekaligus liburan. Kali ini, pencapaianku berhasil. Magang di salah satu televisi nasional di Jakarta adalah impianku sejak semester pertama perkuliahan.
Setelah keluar dari bandara, saya menunggu kedatangan seorang sahabat yang akan menjemputku. Namanya, Rihla. Kami sudah saling mengenal selama kurang lebih enam tahun, dipertemukan dalam satu organisasi. Rihla kuliah di Jakarta dan tinggal bersama kakaknya. Sekali-kali pulang ke Makassar kalau lagi libur. Dia menjadi tour guide saya selama di Jakarta, sekaligus ngajarin saya masak jika berkesempatan ke rumahnya. Kalau di Makassar dia tinggal di Desa Paranga, Limbung, Kabupaten Gowa. Kalau ada yang mau berkunjung, berhadapan dulu sama Bapaknya. Hehe
Satu hal yang saya lihat saat pertama kali datang ke kota ini adalah pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Bermacam-macam warna dan gaya. Menurut informasi yang kudapat, Jakarta menempati posisi ke-17 dari 40 kota dengan gedung pencakar langit di dunia.
Ada banyak hal dan kebiasaan di Jakarta yang sulit saya temukan di Makassar. Perbedaan-perbedaan itu membuat saya rindu dan ingin kembali ke sana. Meski saat ini saya harus menyelesaikan kuliah S1 dulu, lalu barangkali mencari pekerjaan, atau kemungkinan akan mengejar beasiswa studi S2. Tapi entah mengapa saya merasa bahwa suatu saat pasti akan kembali menginjakkan kaki di kota ini.
Sebagai pendatang baru, tentu saya merasa asing di kota orang. Budaya dan kebiasaan orang kota, kadang berbeda dengan yang kita kenal di kampung halaman. Maka kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Walaupun masih di Indonesia—belum di luar negeri—mempelajari kebudayaan dan kebiasaan orang-orang di tempat baru adalah hal yang paling utama.
Saya rindu suasana di lingkungan kerja. Bekerja di media, jam kerja tidak menentu. Kecuali ada informasi dari atasan untuk datang di waktu-waktu tertentu. Ketekunan dan kedisiplinan sangat jelas terlihat. Para pegawai datang di awal waktu.
Berbagai macam kebiasaan orang-orang Jakarta membuat saya belajar banyak hal. Kerja keras di bawah tekanan tidak membuat orang-orang lantas bermalas-malasan, tetapi membuat tekanan itu ibarat gas mobil yang menggiring semangat bekerja semakin besar.
Saya suka cara mereka meminta sesuatu. Tidak terkesan menyuruh apalagi memaksa. “Dil, tolong kamu download gambar tentang ini, ya?” atau “Mbak, boleh ambil materi nggak di lantai tiga?”
Setelah pekerjaan selesai, saya lalu menyerahkan hasilnya. Kemudian mereka akan bilang, “Makasih, ya…” disertai senyum yang menawan. Saya hanya ingin keramahan semacam itu bisa ada di setiap orang. Kebiasaan seperti itu harus ditanamkan dalam diri masing-masing. Seketus-ketusnya sikap kamu, secuek-cueknya kamu, atau segalak-galaknya kamu, bersikaplah dengan baik dan menyenangkan orang lain.
Saya rindu suasana ketika disuruh produser untuk copy paste On Came host yang tidak lama lagi akan on air. Host sudah menunggu di ruang make up. Saya benar-benar diburu waktu. Ketika naskah itu sampai ke tangan host, ternyata ada yang tidak ter-copy. Hal itu merupakan kesalahan yang sangat fatal. Saya akhirnya berlari dari studio yang terletak di luar gedung Trans dan naik ke lantai lima untuk nge-print ulang. Mungkin karena saya masih baru, produser memaklumi kesalahan saya. Dia hanya bilang, “lain kali dicek dulu ya baik-baik.” Saya tahu dia agak kesal ke saya, tapi namanya setiap orang tidak mutlak selalu benar, pasti ada saja kesalahan. Ah, saya rindu suasana semacam itu.
Saya juga rindu nongkrong di rooftop—tempat paling nyaman kalau lagi gabut. Biasanya kalau lagi lapar, saya dan teman-teman rela jauh-jauh beli pop mie di sevel (padahal di lantai lima juga ada), setelah itu naik ke lantai lima untuk disiram. Lalu naik lagi ke rooftop untuk di makan.
Saya rindu setiap shift malam. Jalan ke kantor sembari menikmati angin malam yang sepoi-sepoi. Kadang nongkrong dulu di sevel sebelum masuk ke kantor. Atau duduk-duduk di bundaran depan kantor. Salah satu tugas anak magang program Selamat Pagi adalah nongkrong di ruang editing sampai pagi. Kadang ngobrol sama mas editor atau duduk-duduk memperhatikan proses editing, serta melaporkan apa-apa yang ditanyakan oleh editor ke Production Assistant. Eh, Mas editornya apa kabar?
Saya rindu sama bumbu ayam bakar Ibu di depan kosan. Harganya Rp. 17 ribu per porsi. Enak dan beda dari yang lain. Setiap mau pergi atau pulang kantor, kadang singgah dulu. Biasa makan di sana atau di bawa ke kosan. Saking seringnya beli di sana, kami jadi sering curhat banyak hal. “Kalau sudah lulus, kerja di sini aja yah. Nanti Ibu cariin rumah kontrakan yang murah,” kata Ibu. Kami selalu janjian buat jalan-jalan, tapi tidak pernah punya waktu. Kalau Ibu lagi tidak jualan, kami malah ke kantor. Sebaliknya, kalau kami libur Ibu malah tidak bisa meninggalkan jualannya.
Kerinduan-kerinduan semacam ini membuat saya ingin kembali ke Jakarta. Meski anggapan orang-orang tentang Jakarta itu kadang negatif, tapi bagiku Jakarta adalah tantangan. Banyak orang yang akhirnya menyerah dan ada pula yang bertahan. Jika kamu yakin pada dirimu sendiri, kamu pasti bisa melakukan apa yang kamu inginkan.
Well, untuk episode Beberapa Hal yang Membuatku Ingin Kembali sampai di sini dulu, ya. Nantikan bagian-bagian selanjutnya tentang pesona Jakarta yang saya rindukan.
0 thoughts on “Beberapa Hal yang Membuatku Ingin Kembali #Jakarta eps. 1”