Nama “Bjorka” jadi trending topik berhari-hari di jagat maya Twitter. Bagaimana tidak, kejahatan siber (cyber crime) oleh hacker yang tidak diketahui asal usulnya ini, mengaku telah mengantongi sejumlah data para pejabat negara. Terlepas dari benar dan tidaknya kebocoran data pejabat itu, potensi ancaman kejahatan siber akan terus ada jika tidak ditangani dengan serius. Termasuk kejahatan siber di sektor perbankan dan jasa keuangan.
Kasus Bjorka hanya satu dari sekian banyaknya kejahatan siber yang melanda negara kita ini. Di dunia perbankan, kasus kejahatan siber yang menyerang nasabah bukan lagi hal yang baru. Kerugiannya juga tidak main-main. Ada yang kehilangan ratusan hingga miliaran rupiah dalam sekejap hanya melalui teknologi digital saja. Jika nasabah tidak bijak dalam bertransaksi dan melakukan aktivitas digital, bukan tidak mungkin kejahatan siber bisa menyerang kapan saja.
Misalnya, pencurian data kartu kredit melalui modus social engineering atau soceng. Modus ini sangat sering dilakukan para pelaku kejahatan siber dengan memanfaatkan kondisi psikologis nasabah atau korban. Biasanya pelaku mengincar empat digit nomor di belakang kartu kredit dan PIN nasabah dengan berbagai macam taktik agar “si korban” ini bisa percaya. Nah, setelah aksinya berhasil, mereka kemudian menggunakan informasi tersebut untuk bertransaksi atas nama nasabah.
Apakah kamu pernah mengalami atau menjadi korban dari kejahatan siber tersebut? Ternyata, ada banyak loh teknik atau metode pelaku kejahatan siber untuk melancarkan aksinya. Dalam artikel ini, saya akan mengajak kamu untuk menjadi nasabah bijak dengan mengenali berbagai macam modus kejahatan siber yang merajalela di sektor perbankan.
Agar kalian tidak tertipu, mari kita pelajari sama-sama jenis-jenis kejahatan siber, pentingnya perlindungan data pribadi, mengapa orang Indonesia rentan terkena serangan siber, hingga tips cara menghindari kejahatan tersebut. Eitss.. tunggu dulu. Sebelum itu, mari kita telusuri jenis-jenis kejahatan siber secara umum biar pengetahuan kita semakin luas. So, baca artikel ini sampai habis ya!
Daftar Isi
Toggle1. Pencurian Identitas
Terkadang kita seringkali mengakses situs-situs tertentu di internet yang tidak diketahui sumber dan asal usulnya. Ketika kita mengakses situs dengan mengisi data pribadi seperti nama, alamat email, atau nomor telepon, saat itulah data pribadi kita dimiliki oleh pelaku kejahatan siber.
Selain itu, pelaku juga biasanya menghubungi nomor pribadi calon korban. Mereka menyebarkan link-link melalui sms atau WhatsApp dengan menawarkan hadiah atau undian tertentu. Selain menyebarkan link atau situs abal-abal, pelaku kejahatan siber juga terkadang melakukan teknik peretasan website korban. Mereka akan mengakses situs web server untuk memperoleh informasi pribadi yang tersimpan. Para pelaku ini biasanya menyasar toko-toko online atau e-commerce yang menyimpan data-data pelanggan mereka.
Yang menjadi pertanyaannya, kok bisa ya pelaku menghubungi nomor pribadi kita? Darimana mereka mendapatkannya? Sabar, jawaban dari pertanyaan itu akan kamu temukan dalam artikel ini. Lanjut baca, yuk…
2. Pencurian Data Perusahaan
Sama seperti pencurian data pribadi, jenis kejahatan yang satu ini menyasar data perusahaan. Pelaku meretas situs perusahaan, kemudian mengakses data-data milik perusahaan. Biasanya, data perusahaan tersebut mereka gunakan untuk kepentingan pribadi atau bahkan menjualnya di pasar gelap dengan harga tinggi.
Dengan mengakses data perusahaan, pelaku juga bisa memperoleh banyak data pribadi pengguna atau pelanggan yang berhubungan dengan perusahaan tersebut, seperti nama, alamat, nomor telepon, dan data-data pribadi lainnya.
3. Pembobolan Kartu Kredit (Carding)
Carding atau pembobolan kartu kredit merupakan salah satu jenis kejahatan siber yang paling sering dilakukan. Pada tahun 2013, Bank Indonesia telah menemukan 1.009 kasus pembobolan yang dilaporkan dengan nilai kerugian sebesar Rp2,37 miliar. Kejahatan kartu kredit yang paling banyak terjadi yaitu pencurian identitas serta Card Not Present (CNP). Pelaku carding ini memperoleh data kartu kredit korban secara ilegal, kemudian menggunakannya untuk berbelanja di e-commerce.
Umumnya, ada dua modus carding dalam melancarkan aksinya yaitu berpura-pura jadi petugas bank dan berpura-pura jadi nasabah.
Modus 1 - Berpura-pura jadi Petugas Bank
Modus 2 - Berpura-pura jadi Nasabah
Pelaku membeli data nasabah dari oknum tertentu dengan harga murah. Kemudian, penipu ini akan menelpon satu per satu nasabah kartu kredit mengatasnamakan pihak bank dengan alasan penawaran upgrade atau naik limit kartu kredit.
Agar nasabah tidak curiga, penipu menggunakan nomor telepon yang mirip dengan Bank bersangkutan. Dalam menawarkan naik limit kartu kredit, penipu akan memberikan iming-iming hadiah dan syarat mudah kepada nasabah.
Apabila korban setuju, penipu meminta nasabah mengisi form yang meminta data rahasia seperti nomor kartu kredit, tanggal kadaluarsa, dan kode OTP milik korban. Setelah menguasai data kartu kredit tersebut, pelaku menggunakan data-data mereka untuk bertransaksi di toko online.
Setelah mendapatkan data nasabah, pelaku mengecek data mana yang masih merupakan nasabah aktif. Kemudian pelaku menghubungi call center bank tertentu dan mengaku sebagai nasabah. Mereka meminta kepada costumer service bank untuk melakukan update atau memperbaharui nomor ponsel nasabah dengan alasan kartu kreditnya rusak.
Kemudian bank melakukan verifikasi dengan memberikan berbagai pertanyaan detail kepada pelaku termasuk data orang tua dan tanggal lahir. Data-data tersebut sudah mereka kantongi sehingga mampu menjawab pertanyaan dari pihak bank.
Setelah lolos verifikasi dari pihak bank, pelaku akan mendapatkan kode OTP melalui nomor telepon yang didaftarkan. Mereka pun meminta costumer service untuk segera menerbitkan kartu kredit baru dan meminta agar kartu tersebut dikirim ke alamat rumahnya.
4. Pemerasan Cyber
Selain kejahatan carding, pemerasan cyber juga sering terjadi, baik kepada perusahaan maupun pribadi. Para pelaku melakukan pemerasan kepada korban dengan meminta sejumlah uang sebagai tebusan atas data penting yang mereka curi.
Biasanya, pelaku akan masuk ke dalam situs website atau media sosial korban dengan mengendalikan data-data di dalamnya. Kejahatan ini biasa disebut sebagai serangan malware. Si korban tidak akan bisa mengakses perangkat miliknya tanpa menggunakan password dari pelaku kejahatan. Pelaku akan meminta uang tebusan terlebih dahulu untuk mendapatkan password tersebut.
5. Spionase Cyber
Jenis kejahatan satu ini biasanya bertujuan untuk memata-matai target tertentu. Spionase cyber biasanya dilakukan dengan memanfaatkan spyware dengan meletakkan sebuah aplikasi di komputer korban. Aplikasi tersebut tanpa disadari akan merekam semua aktivitas dan data penting yang ada di dalam komputer tersebut.
Aksi-aksi yang mereka lakukan di antaranya:
- Serangan Malware : masuk melalui perangkat korban seperti email, instan messaging, atau bahkan plugin WordPress yang diinstal ke situs korban.
Phising : menyamar menjadi pihak atau lembaga resmi untuk memancing korban agar mau mengklik tautan atau link serta mengisi informasi seperti username dan password.
- Deface Website : mengubah tampilan sebuah situs web sehingga tampak tidak seperti tampilan aslinya. Selain itu, pelaku juga meletakkan link situs untuk mengarahkan korban ke situs lainnya.
- Serangan DDoS : membuat situs web server menjadi down sehingga pengunjung tidak dapat mengaksesnya.
- Hacking : mengakses sistem komputer korban tanpa hak. Awalnya melakukan pembobolan kata sandi hingga merusak sistem di dalamnya hingga menyalahgunakan data pribadi korban
Kejahatan Siber di Sektor Perbankan dan Tips Menghindarinya
1. Social Engineering
Social engineering merupakan jenis penipuan dengan memanipulasi psikologis seseorang untuk mendapatkan informasi tertentu. Pelaku secara halus meminta data diri sehingga korban secara sadar ataupun tidak sadar memberikan informasi tersebut.
Dalam menjalankan kejahatannya, pelaku memperoleh informasi melalui berbagai modus social engineering, seperti mengelabui pemilik rekening agar memberikan data pribadi (phishing), melakukan pendekatan kepada korban untuk mendapatkan informasi (vishing), atau berpura-pura menjadi orang lain (impersonation).
Ada beberapa modus social engineering yang sering di lakukan, di antaranya: Contact Centre Bank, Fraud Internet Banking, dan Fraud SMS Penipuan.
Contact Centre Bank
Pelaku memanipulasi ATM sehingga kartu tertelan ke dalam mesin untuk mencegah korban melakukan transaksi. Pada saat yang sama, anggota tim penipu menunggu di sekitar ATM dan mengarahkan korban untuk menghubungi nomor call center palsu.
Tim yang berpura-pura menjadi call center palsu memberitahu bahwa ATM telah diblokir, kemudian meminta korban memberikan identitas pribadi berserta PIN ATM. Pelaku yang berada di sekitar korban lantas mengambil kartu ATM milik korban yang tertelan di mesin.
Untuk menghindar dari modus ini, sebelum melakukan transaksi, cek ATM terlebih dahulu apakah mesinnya berfungsi dengan baik dengan memperhatikan mulut ATM, keypad, dan layar mesin. Selain itu, hindari menggunakan ATM di lokasi yang sepi.
Fraud Internet Banking
Pelaku mengaku sebagai pegawai bank yang menginformasikan adanya perubahan biaya layanan internet banking, pemberian bonus berupa pulsa atau paket internet, dan lain sebagainya. Selain itu, penipuan dengan memberikan penawaran pinjaman online dengan bunga rendah juga menjadi salah satu modus yang mereka lakukan.
Seperti tampak pada gambar di samping. Sebuah chat yang masuk ke WhatsApp saya sendiri dengan mengatasnamakan Bank BRI. Pelaku melampirkan sebuah gambar dokumen yang berisi surat kepada nasabah dengan meminta persetujuan mengenai perubahan biaya transaksi dari 6.500/transaksi menjadi 150.000/bulan.
Apabila nasabah tidak setuju dengan perubahan tarif tersebut, pelaku meminta konfirmasi agar biaya transaksi kembali normal dengan mengirimkan link yang secara otomatis akan menguras isi rekening nasabah. Jangan sampai ini terjadi kepada kamu, ya…
Oleh karena itu, jika mendapatkan pesan serupa, segeralah memblokir kontak teleponnya. Situs resmi BRI hanya di www.bri.or.id. Nasabah juga bisa mengontak langsung WhatsApp resmi BRI di 08121214017 jika terjadi penipuan seperti di atas. Di luar dari kontak dan situs tersebut, jangan pernah mempercayai pesan yang mengatasnamakan BRI.
Fraud SMS Penipuan
Korban menerima SMS yang berisi iming-iming hadiah, bonus pulsa, pinjaman online dan lainnya. Korban yang terpancing dengan SMS penipuan ini diarahkan untuk mengikuti instruksi yang diberikan pelaku seperti melakukan transfer dana atau top-up saldo e-commerce.
Untuk menghindari jenis penipuan ini, anda harus teliti dalam menerima SMS notifikasi yang berisi tautan yang tidak jelas asalnya. Pastikan anda memperhatikan kontak pengirim SMS. Apabila berasal dari nomor yang tidak dikenal, kemungkinan besar merupakan modus penipuan. Jangan lupa untuk memblokir nomor teleponnya agar tidak menerima SMS serupa.
2. Kejahatan Skimming
Skimming merupakan metode yang digunakan untuk mencuri informasi nasabah dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu kredit atau debit saat bertransaksi menggunakan ATM.
Dalam menjalankan kejahatannya, ada tiga alat utama yang digunakan yaitu: scammer yang bentuknya mirip dengan mulut mesin ATM untuk merekam aktivitas nasabah saat menggunakan mesin ATM. Alat ini mampu merekam strip magnetik yang ada pada kartu korban saat kartu dimasukkan ke mesin ATM. Kemudian, hidden camera dan keypad digunakan untuk merekam aktivitas korban pada saat melakukan penginputan PIN pada mesin ATM.
Berikut ini tips agar terhindar dari pelaku skimming:
- Tutupi dengan tangan saat memasukkan PIN ATM. Hal ini dapat mencegah pelaku mengetahui PIN ATM melalui rekaman spy camera.
- Biasakan memeriksa mesin ATM sebelum memasukkan kartu. Jika melihat ada benda yang mencurigakan, sebaiknya nasabah tidak menggunakan mesin ATM tersebut dan melaporkannya ke pihak perbankan.
- Mengganti PIN secara berkala.
- Tukarkan kartu ATM yang masih berteknologi magnetic stripe ke kartu berteknologi chip. Kartu ATM magnetic stripe sangat rawan dibobol pelaku skimming.
Mengapa Orang Indonesia Rentan Terserang Kejahatan Siber?
Industri perbankan menjadi salah satu industri yang paling rentan terhadap serangan cybercrime. Hal ini karena industri perbankan telah beralih ke layanan digital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Sehingga memungkinkan celah masuknya pelaku-pelaku hacking untuk mencari keuntungan.
Berdasarkan laporan tahunan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ada lebih dari 1,6 miliar atau tepatnya 1.637.973.022 anomali trafik serangan siber yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia sepanjang tahun 2021.
Lantas, apa saja faktor yang menyebabkan orang Indonesia rentan terkena kejahatan siber?
1. Kurangnya Pemahaman Literasi Digital dan Keuangan
Perlu diketahui bahwa, literasi digital adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi. Bukan hanya sekadar menggunakan, tetapi mereka juga mampu menganalisis, mengevaluasi, dan mengecek kebenaran informasi di dalamnya. Sedangkan literasi keuangan adalah aktivitas atau suatu proses yang menambah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan seseorang terhadap pengelolaan uang.
Faktanya, jumlah pengguna internet yang tinggi, tidak disertai dengan kemampuan literasi digital. Katadata Insight Center Kominfo mencatat, terdapat 202,6 juta pengguna Internet, namun skor Literasi Digital di Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 1-5 di tahun 2021.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman literasi digital maupun literasi keuangan memungkinkan tumbuh suburnya kejahatan siber di Indonesia. Orang yang memiliki pemahaman tentang literasi digital dan literasi keuangan, mampu memanfaatkan teknologi digital sebaik mungkin. Mereka juga tidak mudah dimanipulasi dan dikelabui oleh sekelompok pelaku yang berupaya mencuri data pribadi mereka.
2. Lemahnya Sistem Keamanan Data
Perusahaan monitoring internet Akamai mengungkapkan sebuah fakta yang mengejutkan bahwa kejahatan internet di Indonesia meningkat dua kali lipat. Dari 175 negara, Indonesia menempati posisi pertama negara berpotensi menjadi target hacker menggantikan Tiongkok. Mereka menyebutkan bahwa maraknya aksi hacking karena lemahnya sistem keamanan internet dan komputer di Indonesia.
Bjorka hanya satu dari banyaknya hacker yang masuk ke dalam sistem keamanan kita. Sebelumnya ada “Gimmci” peretas berusia 19 tahun yang mengklaim telah memegang lebih dari 130 ribu basis data di Indonesia.
“Saya tidak bilang lemah, tetapi pada kenyataannya, bahkan situs pemerintah pun masih dapat diretas,” kata Gimmci.
Kejadian kebocoran data oleh Bjorka ini dapat menjadi sinyal kepada pemerintah untuk segera mengatur ulang prioritas keamanan dan perlindungan privasi di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk meninjau kembali kebijakan cyber-security di Indonesia yang mengatur tentang sistem teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, perlu memperkuat produksi dan pengambangan perangkat keras terkait teknologi informasi yang merupakan celah masuknya kejahatan siber.
3. Lemahnya Penanganan Kejahatan di Dunia Siber
Meski pemerintah telah menginisiasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan cyber-security (UU ITE dan PP tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik), legalitas penanganan kejahatan di dunia siber masih lemah.
Belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus terkait penanganan cyber crime. Padahal, bentuk kejahatan dunia siber terus meningkat dan pola kejadiannya sangat cepat sehingga aparat hukum sulit menanganinya.
Selain itu, penyebab belum optimalnya penegakan hukum terhadap kejahatan siber karena sarana dan fasilitas hukum yang belum memadai. Penegakan hukum terhadap cyber crimes perlu alat karena karakteristik dari kejahatan ini juga dilakukan menggunakan alat. Nah, apabila negara tidak mampu menyaigi alat mereka, maka akan sangat sulit untuk menangkap pelaku kejahatan.
Misalnya, analisis telematika adalah salah satu alat yang kemungkinan mampu mengungkap kejahatan ini. Menurut Onno W. Purbo, Pakar Teknologi Informasi Indonesia, analisis telematika perlu untuk menelusuri, mendeteksi, dan menanggulangi cybercrime. Caranya sangat tergantung pada aplikasi dan topologi jaringan yang dipakai.
Tanpa adanya sarana dan fasilitas, maka penegakan hukum terhadap cybercrime akan sulit dicapai. Sarana dan fasilitas itu mencakup sumber daya dan tenaga manusia yang memiliki keterampilan, peralatan yang memadai, dan anggaran yang besar. Selain fasilitas, perlu juga pengawasan aktif dari Ombudsman dan masyarakat dalam menjalankan penegakan hukum.
4. Mudahnya Masyarakat Memberikan Data Pribadi
Kemudahan masyarakat dalam mengakses internet bisa menguntungkan dan di satu sisi juga bisa merugikan. Di mana orang-orang sangat mudah untuk membagikan data pribadi mereka agar mampu mengakses website atau aplikasi tertentu di internet. Padahal, data pribadi adalah data yang berharga dan harus di jaga kerahasiannya.
Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam memberikan data pribadi dengan membaca secara teliti ketentuan izin aplikasi yang akan mengakses data-data kita. Kita harus mengetahui sejauh mana aplikasi tersebut mengakses data kita dan akan digunakan untuk apa saja.
Bagaimana Melindungi Data Pribadi?
Sebagai seseorang yang bekerja di dunia digital seperti saya, mau tidak mau harus mengisi identitas diri seperti email, username, nomor handphone untuk masuk ke dalam sistem atau aplikasi yang sedang kita gunakan. Sama seperti media sosial. Tanpa data dan identitas, kita tidak akan bisa masuk ke dalam aplikasi tersebut. Jika aplikasi tersebut mengalami kebocoran data, bukan tidak mungkin data kita tersebar luas. Lantas, kita harus bagaimana?
Pemerintah saat ini sedang berupaya mengatasi masalah kebocoran data. Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi sudah dalam tahap akan disahkan DPR. Hal ini tentu saja diharapkan dapat menjadi angin segar dalam memberantas maraknya kasus kebocoran data. Meski begitu, bukan berarti kita hanya duduk diam menunggu pengesahan peraturan itu. Sebagai nasabah bijak, melakukan pencegahan adalah solusi yang paling utama.
Oleh karena itu, perlu berbagai upaya pencegahan agar data kita tidak disalahgunakan orang lain. Berikut ini beberapa tips melindungi data pribadi dari salah satu dosen saya di Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Novi Kurnia (pegiat literasi digital):
- Berhati-hati dalam memberikan data pribadi, baik secara langsung maupun di dunia maya. Adapun data pribadi yang tidak boleh diberikan kepada siapapun seperti: user ID, nomor kartu kredit, Password, M-PIN, Passcode, Kode OTP, Nama Ibu Kandung dan PIN Password ATM atau kartu kredit.
- Pandai mengatur perangkat lunak, seperti mengganti password secara berkala.
- Apabila ada pihak lain yang mengakses perangkat kita, pastikan untuk meningkatkan keamanan data seperti melakukan verifikasi dua langkah, kode cadangan, dan notifikasi email.
- Tidak mencampuradukkan e-mail pekerjaan, transaksi e-commerce, dan e-mail media sosial.
- Perbanyak membaca dan double checking terhadap setiap informasi yang diterima.
- Tidak oversharing tentang kehidupan pribadi di media sosial. Terkadang, orang sering membagikan aktivitas keseharian mereka di media sosial dan tanpa sadar menunjukkan informasi yang bersifat rahasia.
- Mewaspadai Link Phising atau informasi palsu yang menyertakan link beredar di grup-grup WhatsApp.
- Melakukan enkripsi data yaitu proses mengubah data menjadi format di mana orang tak berwenang tidak dapat membacanya.
- Berhati-hati menggunakan Wi-Fi yang tersedia secara gratis di tempat umum. Terkadang penjahat dunia maya menyalahgunakan WI-Fi untuk mencuri informasi pribadi di Internet.
- Apabila menggunakan Wi-Fi umum, pastikan untuk menggunakan mode penyamaran saat menjelajahi web untuk mencegah kebocoran data.
Kemana Harus Melapor Jika Menjadi Korban Cybercrime?
Data nasabah seperti PIN, nomor kartu kredit dan sejenisnya, merupakan suatu dokumen atau informasi yang wajib dirahasiakan oleh Bank. Bank tidak boleh memberikan data-data nasabah kepada pihak ketiga kecuali ada perjanjian sebelumnya.
Apabila nasabah menjadi korban kejahatan siber, hal pertama yang dilakukan adalah melapor ke pihak bank terkait. Misalnya, kamu adalah nasabah BRI yang kehilangan sejumlah uang akibat kejahatan skimming. Segeralah datang ke cabang BRI terdekat untuk melakukan klarifikasi transaksi.
Dalam proses klarifikasi ini, pihak bank akan mengecek data transaksi kamu secara menyeluruh untuk menunjukkan apa saja yang kamu lakukan terhadap rekeningmu. Seperti, penyetoran dan penarikan dana melalui teller, penarikan melalui ATM, transfer dana, dan lain sebagainya yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya saldo rekening kamu.
Jika berdasarkan proses klarifikasi transaksi menyatakan bahwa hilangnya uang nasabah karena kejahatan skimming atau kesalahan bank bersangkutan, maka pihak bank akan mengganti uang nasabah sejumlah uang yang hilang dari rekening. Sebaliknya, jika uang hilang akibat kelalaian nasabah sendiri, maka pihak bank tidak akan mengganti uang tersebut. Contoh kelalaian yang dimaksud adalah saat kamu tanpa sengaja memberikan data atau pin rekening bank kepada pihak lain.
Selain itu, korban bisa melaporkan kepada pihak kepolisian agar pelaku dapat dapat dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saya harap kejahatan-kejahatan ini tidak terjadi kepada kamu, ya!
Jangan Ragu Melaporkan Kejahatan Siber
Pelaku Dihukum Sesuai Aturan
Pelaku kejahatan siber akan dijerat pasal 30 ayat (3) UU ITE yang berbunyi, “setiap orang yang dengan tanpa sengaja dan tanpa hak atau hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun, dengan melanggar, menerobos, melampaui atau menjebol sistem pengamanan.” Dengan ancaman pidana maksimum 8 tahun penjara dan denda maksimum Rp800 juta.
Korban Dilindungi oleh Undang-undang
Pada Pasal 4 ayat 2 UU ITE juga disebutkan bahwa “Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Oleh karena itu, jangan pernah ragu dan takut untuk melaporkan kejahatan siber ke pihak berwajib.
Upaya Perbankan Atasi Kejahatan Siber
Lantas, apa saja sih upaya perbankan dalam mengatasi kejahatan siber? Selain bertanggung jawab terhadap kerugian yang menimpa nasabah, perbankan di Indonesia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan manajemen resiko operasional mereka demi mencegah tindak kejahatan siber.
Bank BRI adalah salah satu bank yang melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan sistem keamanan mereka agar terhindar dari kejahatan siber. Misalnya, melakukan pengamanan berlapis dengan membentuk organisasi khusus untuk menangani Information Security.
Selain itu, BRI juga mengoptimalkan penyuluh digital kepada para pegawai dan nasabah BRI, seperti bagaimana melakukan pengamanan data nasabah serta melakukan transaksi dengan aman.
Kegiatan penyuluh digital ini juga dilakukan oleh pegawai BRI dengan terjun ke masyarakat. Ada tiga tugas para penyuluh digital:
- Mengajak masyarakat agar melek terhadap layanan perbankan digital, misalnya pembukaan rekening secara digital.
- Mengajari masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.
- Mensosialisasikan kepada masyarakat bagaimana mengamankan rekeningnya dari kejahatan-kejahatan siber.
Di samping itu, BRI sudah memiliki keamanan informasi yang berstandar internasional seperti NIST cyber security framework, PCI DSS, dan lain sebagainya. Salah satu bank tertua dan terbesar milik BUMN ini juga telah menggunakan AI (artificial intelligence) guna memahami pola-pola kejahatan siber yang terjadi. Dengan teknologi tersebut, dapat melindungi data nasabah dan meminimalisir risiko kebocoran data.
Betapa Pentingnya Menjadi Nasabah Bijak
Di tengah perkembangan teknologi, sejumlah layanan digital telah menjangkau seluruh industri perbankan di Indonesia. Oleh karena itu, kelengkapan layanan digital ini perlu diimbangi dengan kesiapan nasabah agar melek digital khususnya pada layanan perbankan. Di sinilah pentingnya menjadi nasabah bijak.
Saat ini, Bank BRI tengah gencar dalam menggalakkan sosialisasi terkait pentingnya menjadi nasabah bijak. Apa itu nasabah bijak?
Nasabah bijak adalah sebuah gerakan yang hadir karena maraknya modus penipuan social engineering yang menimpa beberapa nasabah bank. Minimnya literasi digital dan literasi keuangan menjadi salah satu faktor mudahnya terkena serangan siber.
Dengan hadirnya gerakan #NasabahBijak, masyarakat luas dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, gerakan ini mengajak masyarakat untuk melakukan aksi positif dalam proses transaksi perbankan agar terhindar dari kejahatan siber di sektor keuangan.
Itulah beberapa informasi mengenai kejahatan siber di sektor perbankan dan tips menghindarinya. Menjadi nasabah bijak tentu saja akan membantu kamu agar terhindar dari beragam jenis kejahatan siber seperti di atas. Jika tugas pemerintah adalah mengatur kebijakan terkait keamanan siber dan melakukan pengawasan, tugas perbankan adalah melindungi nasabah, maka tugas kita adalah ikut menjadi penyuluh digital dengan memberi edukasi kejahatan siber kepada masyarakat luas. Mari kita bersama-sama menjadi penyuluh digital dengan mengajak keluarga, sahabat, teman dalam melawan cybercrime yang merajalela di sekitar kita.
Sumber:
Suwiknyo, F. B. (2021). TINDAK KEJAHATAN SIBER DI SEKTOR JASA KEUANGAN DAN PERBANKAN. LEX PRIVATUM, 9(4).
Alhakim, A., & Sofia, S. (2021). Kajian Normatif Penanganan Cyber Crime Di Sektor Perbankan Di Indonesia. Jurnal Komunitas Yustisia, 4(2), 377-385.
Ekawati, D. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Dirugikan Akibat Kejahatan Skimming Ditinjau Dari Perspektif Teknologi Informasi Dan Perbankan. UNES Law Review, 1(2), 157-171.
https://www.republika.co.id/berita/rdohkt1117000/bri-manfaatkan-ai-untuk-antisipasi-kejahatan-siber
https://aptika.kominfo.go.id/2021/10/pentingnya-pelindungan-data-pribadi-di-era-digital/
One thought on “Kejahatan Siber Merajalela, Betapa Pentingnya Menjadi Nasabah Bijak”