Aku tinggal di provinsi Sulawesi Selatan daerah Gowa, yang memiliki jarak tempuh waktu sekitar 10 jam hingga sampai ke Tana Toraja dengan menggunakan bis sebagai kendaraan yang membawa kami. Bersama dengan pasukan alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah, kami mulai start di waktu pagi sekitar jam 10 dan tiba di waktu malam jam 9. Berbicara mengenai perjalanan kami dengan menempuh waktu berjam-jam, kami menikmati perjalanan yang disertai dengan canda dan tawa para penghuni bis. Memang cukup melelahkan duduk menyaksikan panorama-panorama indah disetiap lekukan-lekukan kota. Persawahan yang membentang luas bermandi hijau, melewati gedung-gedung yang menjulang tinggi, bukit-bukit dikejauhan sana dengan lekukannya yang rapi tertutup embun, hingga pada aspal jalan yang naik turun dan berkelok-kelok membuat hati sedikit was-was.
Tujuan kami mengunjungi daerah ini, bukan semata-mata untuk berwisata atau bersenang-senang belaka, tapi untuk bersilaturahmi dan mengadakan syawalan sehabis lebaran Idul Fitri. Dan yang paling menyenangkan pula karena baru kali ini aku melakukan perjalanan yang cukup jauh bersama Ayah tercinta yang notabene adalah alumni IRM. Bersama dengan Ayah, aku menikmati panorama-panorama alam di Tana Toraja.
Sebelum aku menceritakan pengalaman yang paling seru, ada baiknya kalau aku sedikit memperkenalkan daerah Tana Toraja ini. Tana Toraja ini, juga dikenal sebagai tana para raja. Bagaimana tidak, zaman dahulu tana toraja merupakan tempat tinggal para raja. Sehingga mengundang banyak para wisatawan untuk berkunjung kedaerah ini, baik nusantara maupun manca negara. Siapa yang tak kenal dengan daerah ini. Daerah yang memiliki 25 obyek wisata, diantaranya berupa obyek wisata budaya, obyek wisata alam dan obyek wisata minat khusus. Namun demikian, masih banyak tempat-tempat lain di Tana Toraja yang tidak kalah menariknya dan patut untuk dikembangkan. Obyek wisata yang paling populer di Kabupaten Tana Toraja antara lain Lemo dan Kambira.
Sebenarnya, aku tak dapat mengelilingi berbagai macam objek-objek wisata yang telah berkembang di daerah tersebut, karena kami tak punya banyak waktu untuk berkeliling dan menyaksikan langsung keindahan-keindahan budaya yang unik dari daerah Tana Toraja. Padahal, aku bermaksud Meskipun begitu, karena kekagumanku akan nilai-nilai sejarah yang terkandung didalamnya hingga aku berusaha untuk terus mengkaji dan mempelajari budaya tana toraja.
Kami menghabiskan banyak waktu berada di bis. Bayangkan saja bagaimana lelahnya kami duduk berjam-jam diatas mobil. Ketika rasa lapar yang mulai meliuk-liuk di lambung, kami harus menghentikan sejenak perjalanan untuk beristirahat menyantap bekal yang di bawah dari rumah sekaligus untuk melaksanakan ibadah sholat di sebuah masjid. Hingga sampai saatnya kami melanjutkan perjalanan yang masih jauh.
Kami sampai di Toraja sekitar pukul 9 malam. Mobil berhenti tepat di depan hotel (entah hotel apa, lupa namanya). Kami sempatkan untuk makan bersama dengan ayahanda Muhammadiyah dan Ibunda Aisyiah. Awalnya, ku kira akan menginap di hotel mewah itu, namun ternyata kami akan berangkat ke Pusat Dakwah Muhammadiyah (PUSDAM) Toraja.
Sungguh luar biasa Pusdam Toraja. Entah bagaimana menggambarkannya kalau bangunannya sangat dan hampir mirip sebuah hotel. Namun, letak pusdam yang begitu strategis dengan pasar babi, bakso babi, gereja, dll.. Ketika kita menengok ke sebelah kiri, terdapat pasar yang disana terdapat babi yang digantung, ueek.. Melirik ke depan tepampang lebar tulisan di gerobak bakso, BAKSO BABI, ueekk.. :p.. Merusak Pemandangan.