Mengawali tulisan sederhana ini, saya ingin mengucapkan Minal Aidizin wal Faidzin Mohon Maaf Lahir Batin untuk semua para pembaca blog ini. Rasanya rindu sekali ingin menulis di blog lagi. Eentah berapa lama saya tak menyentuh platform ini. Dinding-dindingnya sudah mulai dihinggapi sarang laba-laba saking lamanya tak dihuni sang pemilik.
Lagipula, saya juga ingin kembali membangkitkan kesenangan lama. Menulis. Sempat dapat hadiah sebagai juara favorite dalam lomba menulis blog kemarin. And it’s for the first time for me. Membuat saya kembali bersemangat menulis gara-gara kesibukan belajar bahasa inggris. That’s why, I wanna thanks to Korindo Group as an organizer in the blog competition.
Sebenarnya, saya ingin bercerita banyak kali ini. Soalnya, ada ribuan cerita yang sudah kulewatkan tanpa sempat kuabadikan. Sayang sekali. Tapi kali ini saya ingin bercerita tentang keluarga sederhana. Ya, sesederhana tulisan ini.
Lebaran tahun ini, saya cukup bersemangat, sebab begitu banyak nikmat dan berkah yang semesta titipkan kepada saya dan keluarga. Meskipun tidak seperti kebanyakan orang-orang yang berkecukupan dan kaya sejak lahir, tapi menurutku keluargaku tetap yang terbaik. I’m very grateful has a father yang kuat, tegas, dan mampu melakukan apapun untuk anak-anaknya meskipun terkadang baginya cukup sulit.
Saya juga bersyukur memiliki seorang Ibu Tiri pengganti Almarhumah Ibu yang baik dan pengertian. Kehadirannya mulai membawa perubahaan baru bagi keluarga kecil kami dengan hadirnya dua bocah kecil. Suara tangis, canda, tawa, setiap hari menghiasi rumah kami.
Semesta begitu baik. Rencananya tak pernah bisa ditebak tetapi selalu tepat. Tahun ini, keberuntungan demi keburuntungan datang silih berganti. Sempat merasa down beberapa bulan belakangan ini karena masalah asmara, tapi entah kekuatan darimana akhirnya saya bisa bangkit begitu cepat meski bayang-bayang dirinya masih ada. Dan akan selalu ada tentu saja.
Setelah saya bertekad untuk tidak lagi mengharapkan dirinya, pergi jauh dari kehidupannya, tiba-tiba secercah harapan pada semesta muncul bagitu saja. Jalan menuju mimpi besarku terbuka perlahan-lahan seperti sebuah portal di dinding yang semakin lama semakin membesar memancarkan cahayanya yang berkilau.
Saya sadar bahwa inilah jalan yang semesta berikan atas semua do’a-do’a yang kupanjatkan. Bahwa apa yang selama ini sulit aku lepaskan, kenyataan yang sulit aku terima, bukanlah sesuatu yang bisa dipertahankan sebagaimana harusnya. Semesta menunjukkan bahwa melepaskan sama dengan mendapatkan yang lebih baik dan lebih daripada apa yang kamu harapkan. And I believe it. Finally, happening now to me.
Saya akhirnya bisa melewati itu semua. Rasa sakit hati, kecewa, dendam, lalu memaafkan setulus hati, berdamai kemudian semua pun kembali seperti semula. Atas kerja keras itu, semesta memberikan banyak sekali berkah dan saya merasa lebih baik dan lebih istimewa dari sebelumnya.
Saya sebagai anak tertua di keluarga ini memang harus dituntut untuk menjadi lebih dewasa dan lebih kuat. Menjalani masa-masa sulit dari tahun ke tahun membuat saya banyak belajar tentang kesabaran dan ketabahan.
Kami terus berdo’a dan berusaha. Dua bocah kecil di rumah kami yang menjadi penyemangat dan pemancar kebahagiaan.
Satu hal yang ingin saya katakan adalah selama ini kita selalu mengharapkan sesuatu yang belum tentu semesta ridhoi. Boleh jadi apa yang kita inginkan itu malah menjauhkan kita dari sang pencipta. Unfortunately, malah yang buruk itu yang selalu kita genggam tanpa mau melepaskan. Saya juga dulu begitu, tapi saya tetap sholat dan berdoa untuk diberikan yang terbaik. Jikalau bukan semesta yang menegaskan dan memperlihatkan yang buruk itu, barangkali saya sudah menyesal seumur hidup.