Dr Firdaus MA |
Tahun 1999 Firdaus telah menjadi sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN, sekarang UIN Alauddin) Alauddin Ujung Pandang, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Ia melanjutkan kuliah S2 di IAIN Raden Intan Lampung dan meraih gelar doktornya pada tahun 2008. Pada saat itulah ia aktif menulis di dua media (lampung pos dan harian radar lampung) pada tahun 2001 sampai 2009.
Berbicara soal politik bagi Firdaus yang juga merupakan seorang pengamat politik dan dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi di UIN Alauddin ini, menjadikan politik sebagai lahan dakwahnya.
“Berbicara politik itu bagi saya adalah dakwah. Saya melihat dakwah kita tidak cukup untuk berada di mimbar saja, tapi politik juga bisa menjadi sumber-sumber kebaikan. Karena di politik banyak sekali kemungkaran-kemungkaran dan kejahatan-kejahatan politik. Nah, makanya kita harus memperbaiki di ranah itu,” kata pria kelahiran Wajo, 20 Februari 1976 ini.
Melihat kondisi politik mahasiswa di kampus UIN Alauddin Makassar ini, Firdaus berpendapat bahwa pimpinan harus memediasi dan membimbing mahasiswa agar bisa menyelesaikan masalah poltik kampus.
“Yang pertama adalah faktor mahasiswa itu sendiri, yakni kejujuran dan kedewasaan berpolitik. Dan yang kedua adalah intervensi dari pimpinan untuk memediasi. Mahasiswa tidak bisa dibiarkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari pimpinan,” tuturnya.
Kecintaannya pada dunia politik dan berdakwah, melatarbelakanginya untuk selalu memproduksi sebuah tulisan. Sampai saat ini, tulisannya rutin setiap hari bisa ditemui pada dua sampai tiga media. Ia pernah mengisi kolom perspektif di Rakyat Sulsel dan Tribun Timur setiap harinya serta mengisi acara pada media televisi empat kali sehari.
Baginya, menulis sudah merupakan bagian dari hidupnya. “Menulis adalah pilihan hidup bagi saya. Saya sangat terobsesi untuk terus menulis, tapi bukan untuk mengejar popularitas.”
Ingin mengabadikan nama untuk dikenang dan bukan untuk dikenal yang merupakan prinsip hidupnya itu telah mengumpulkan sebanyak sepuluh judul buku.
“Saya ingin mengabadikan nama dalam karya-karya. Mertua saya yang meninggal setahun yang lalu pernah mengatakan, ‘Firdaus, kau menulis. Karena menulis adalah pekerjaan ulama’.” kata Firdaus menirukan ucapan ayah mertuanya.
“Sejak tamat Tsanawiyah, Ibu saya meninggal. Beliau tidak pernah mewariskan apa-apa. Namun, beliau pernah mengatakan ‘saya akan terus menyekolahkan kamu sampai saya meninggal’, begitu kata Ibu saya,” kenangnya.
Sebuah perkataan yang saat itu hanya merupakan angin lalu baginya, tapi semenjak kepergian sang Bunda, kalimat itulah yang menjadi motivasinya untuk terus bersekolah.
“Saya akan meraih cita-citaku. Saya akan terus bersekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Hingga saya kembali memegang nisan kamu setelah saya menjadi doktor,” janjinya saat itu. Ia merupakan lulusan S3 terbaik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008.
“Harus ada spirit!” tegasnya seraya menitip harapan agar mahasiswa menanamkan spiritnya untuk terus belajar dan berusaha meraih cita-citanya. “Spirit saya adalah amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar).” Mungkin dari spirit itu, kini ia telah membuahkan hasil yang indah. (Nurfadhilah Bahar–Tabloid edisi ke-89| Agustus 2014)
Data Diri
Nama : Dr Firdaus MA
Tempat Tanggal Lahir : Wajo 20 Februari 1976
Alamat : Jl. tinumbu, Lr. 149/6a Makassar
Pendidikan :
– Pesantren As’sadiyah Wajo (1992)
– Pesantren An Nadlah Makassar (1995)
– S1 IAIN Alauddin Makassar (1999)
– S2 IAIN Raden Intan Lampung (2003)
– S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008)
Pekerjaan :
– Dosen komunikasi politik UIN Alauddin Makassar
– Guru pesantren An-Nadlah Makassar
Istri : Khaerun Nisa Harisah SPdI MA
Anak :
– Malihatul Wajhi
– Ahmad dahiyah